Setelah lima hari bekerja membanting tulang untuk mendapatkan sesuap nasi dan modal neeqah serta kamera, akhirnya Bang iki kembali berkeliling. Awalnya, Bang Iki bingung dalam mencari destinasi. Sampai akhirnya, terpikirlah Air Terjun Riam Marum.
Bang Iki tidak sendiri. Kali ini Bang Iki mengajak Khairul untuk berpetualang.
Sayangnya, perjalanan kali ini tidak terlalu mulus. Hujan yang turun hilang datang seolah-olah mengeprank kami. Hingga akhirnya seharusnya kami bisa sampai lebih awal, malah datang kesorean.
Ngomong-ngomong mengenai Air Terjun Riam Marum, air terjun ini terletak di Desa Pisak, tepatnya di
Dusun Dawar, Kecamatan Tujuh Belas, Kabupaten Bengkayang. Air Terjun Riam Marum
juga masih masuk dalam kawasan hutan Gunung Niut.
Karena berada di tengah kawasan hutan yang dikeliling
pepohonan sudah tentu rasanya teduh sekali. The art of healing lah intinya.
Kebetulan, kami berangkat dari Tebas. Jadi kami lewat jalur, Tebas-Subah-Ledo-Sanggau Ledo-Dusun Dawar. Karena cuaca hujan yang mengeprank tadi, jadi susah untuk mengira-ngira waktu tempuh perjalanan. Google Maps bisa lah jadi patokan.
Dari Dusun Dawar, kita lanjut ke Riam Marum kurnag lebih 1,5 km. Tapi masalahnya, jalan dari Dusun ke Riam tanah licin. Kendaraan roda empat tentu tidak bisa masuk karena ada jembatan kayu jadi harus berjalan kaki. Kalau motor sih masih bisa. Tapi ya begitulah, jangan berekspektasi lebih apalagi pas cuaca hujan.
Walaupun begitu, pemandangan sepanjang jalan cukup menggugah mata. Ditambah rimbunnya pepohonan dan ladang milik warga sekitar bikin hati adem walaupun penuh lara.
Setelah berbagai drama komedi yang tentu tidak romantis, akhirnya kami pun sampai. Curahan air terjun dan kabut yang menyejukkan pun muncul dari rerimbunan pepohonan hutan yang masih alami.
Beningnya wanita air yang berasal dari pegunungan jatuh ke permukaan bumi dan membentuk kolam yang cukup luas.
Berenang atau sekadar mencelupkan kaki di air yang jernih, bisa menjadi aktivitas yang segar di tempat ini.
Sebenarnya kita masih bisa melakukan camping di Riam Marum. Namun, tidak banyak spot tanah datar untuk camping. apalagi karena namanya sudah riam tentu banyak bebatuan.
Karena lokasinya masih alami, jadi jangan berekspektasi ada fasilitas seperti canteen, toilet atau minimarket. Sekali-kali jangan.
Overall, Riam Marum cukup worth it untuk dikunjungi. Sekian dulu lah cerita kali ini. Bingung dah mau ngetik lanjutannya. Tapi nanti ada video dari Keliling kampong Keliling Kote disini.
Seperti biasa, sebelum tau jawabannya, sebagai manusia normal tentu kita rentan merasa bosan dan capek. Ketika mulai merasa bosan dan capek, pikiran akan sulit menemukan ide-ide ala ikan segar. Sekali lagi, rutinitas bisa membunuh kreativitas. Jadi, kita perlu menikmati suasana baru. Tapi bukan hanya agar tidak stress atau bahasa sekarang "short escape", melainkan juga me-refresh otak.
Sadar atau tidak, bertemu orang-orang baru, melihat suasana, warna, dan merasakan pengalaman baru dapat membuat kita punya ide baru. Saya akan share pengalaman pribadi dan itu saya sadari, seringkali saya menemukan ide yang berkaitan dengan pekerjaan justru pas lagi tidak bekerja. Misal saat motoran, pas ke toko buku, atau bahkan pas jalan kaki pergi belanja. Memang masih mentah lah ya, tapi sering muncul dalam situasi tak terduga. Anehnya, pas lagi kerja, kadang-kadang ide sulit keluar.
Saat traveling, hal-hal baru yang kita temui juga menambah pengetahuan yang mampu memunculkan inspirasi. Inilah yang memunculkan kreativitas.
You know right kalau kreativitas akan membuat kita lebih produktif berkarya dan bekerja. Apalagi rasa senang yang muncul dari traveling juga dapat meningkatkan kinerja otak yang akan berdampak positif pada pekerjaan kita. And for me, that's true.
Jadi bagaimana? Masih ragu untuk mencoba traveling?
Sebelum pertanyaan itu kita lihat jawabannya, mungkin banyak orang menganggap kalau traveling itu hanya menghabiskan uang dan sekedar senang-senang untuk kebutuhan media sosial. Jadi, ujung-ujungnya lebih memilih untuk berbelanja.
But, for me, traveling dapat menjadi stress release. Traveling itu menyehatkan, terutama bagi jiwa dan pikiran. Sebab, jujurly, sebagai seorang pekerja dimana hari Senin-Jum'at harus bekerja dengan rutinitas yang hampir sama, lama-lama akan membuat kita tertekan, pikiran buntu, kekurangan kreativitas, bahkan malas untuk berpikir tentang ide-ide yang cemerlang.
Sesuatu yang dilakukan berulang-ulang akan menimbulkan kebosanan. Rumah, tempat kerja, rumah lagi, begitu seterusnya sampai jenuh. Rutinitas menyuguhkan warna yang sama setiap hari. Ingat, kebosanan membunuh kreativitas. Otak seperti tidak bisa diajak berpikir.
Maka dari itu, kita perlu menekan tombol pause sejenak.
Saat ini, hingga tulisan ini terbit, kebetulan saya masih belum berkeluarga. Boleh dibilang masih cukup muda. Kenapa saya menyebut demikian? Karena jika masih muda sudah terkena stress, lama-lama akan menimbulkan penyakit yang lebih parah di usia muda.
Jika Senin-Jum'at saya bekerja, maka di hari Sabtu & Minggu, biasanya saya meluangkan waktu untuk traveling. Tidak mesti jauh walaupun memang semakin jauh destinasi, semakin banyak warna-warni dunia yang kita lihat. Namun, kalau jeli dan bisa melihat sisi lain, jalan-jalan ke kota yang lebih dekat atau bahkan di kota sendiri tetap memberi pengalaman berbeda.
Misalnya saja, pergi ke waterfront memandang kehidupan di Sungai, bersantai atau berolahraga di taman kota atau Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP), sampai wisata kuliner juga bisa. Bahkan ikut komunitas pun merupakan salah satu cara yang bagus untuk traveling sekaligus menambah pengalaman.
Intinya adalah, hidup hanya sekali, jadikan lebih berarti. Salah satunya adalah traveling. Datangi tempat-tempat baru yang belum pernah dikunjungi baik itu dekat atau jauh selagi bisa dan mampu. Jika tidak ada waktu luang, kasi waktu luang. Jangan sampai karena tak ada waktu luang tau-tau menua.
Karena, maaf kata, kalau sudah punya banyak waktu luang, tapi kadang tak kuat kemana-mana.
Masa muda yang kita isi dengan traveling tidak akan membuat kita menyesal pada masa tua. Saya kutip kata-kata Mark Twain “Twenty years from now you will be more disappointed by the things you didn't do than by the ones you did". Kesal dan kecewa justru datang dari hal-hal yang tidak kita lakukan waktu muda.
Jembatan Gantung Sekayam Kota Sanggau. Dikutip dari berbagai sumber, Jembatan ini merupakan rekontruksi dari jembatan gantung pada masa penjajahan Belanda yang terbuat dari kayu. Jembatan gantung ini diresmikan pada tanggal 28 Desember 1972 oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Ir. Sutami masa Kabinet Pembangunan Pertama dibawah Pemerintahan Presiden Soeharto.
Air Terjun Banangar atau sering disebut juga Mananggar terletak di dusun Perbuak Desa Merayuh Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak. Air terjun Banangar ini merupakan patahan Sungai Landak, sungai besar yang mengalir di Kabupaten Landak dan mengalir sampai ke Kota Pontianak. Maknanya, air terjun dengan ketinggian sekitar 30 meter dan lebar sekitar 60 meter ini merupakan hulu Sungai Landak .
Perlu diketahui, akses menuju ke lokasi cukup sulit. Tanah kuning, batu, hutan yang lebat, perbukitan dan semak belukar menjadi teman setia dalam perjalanan. Apalagi jika musim hujan, siap-siap 50% badan berubah warna menjadi ranger kuning.
Seperti diketahui, Jawa Tengah adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Jawa. Tapi bagaimana jadinya jika provinsi tersebut berubah menjadi desa di Kalimantan Barat? Inilah yang terjadi di Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya.
Desa Jawa Tengah merupakan satu diantara desa yang berada di Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya. Luas Wilayah daratan Desa jawa Tengah kurang lebih 16,51 km².
Desa Jawa Tengah terdiri dari tiga dusun, 18 RT dan 4 RW. Adapun dusun-dusun yang terdapat di Desa Jawa Tengah antara lain Dusun karya I, Karya II dan Karya III.
Disebut Desa Jawa Tengah karena rata-rata warganya merupakan pendatang yang sebagian besar dari Blora, Kebumen dan sebagian besar Yogyakarta. Boleh dikatakan hampir mencapai 95%. Tapi perlu diingat, ini bukan kawasan transmigrasi.
Awalnya, pendahulu mereka datang ke Kalimantan Barat sebagai pekerja dan akhirnya merimba hutan yang dijadikan sebagai tempat tinggal.
Seiring berjalannya waktu, kawasan ini menjadi salah satu desa yang maju di Kab. Kubu Raya, apalagi setelah wilayahnya dilewati jalur Trans Kalimntan yang menghubungkan Kal-Bar dengan provinsi lainnya di pulau Kalimantan bahkan ke Malaysia (Sarawak) dan Brunei.
Sebagian besar masyarakat berkebun karet dan beternak, sebagian juga membuka usaha disepanjang jalan Trans Kalimantan.
Suasana Desa Jawa Tengah ini juga dapat dilihat di video berikut ini
Jika mendengar kata 0 km di Kota Pontianak, pasti banyak yang mengira bahwa Tugu Khatulistiwa menjadi penanda. Jawabannya kurang tepat. Karena Tugu Khatulistiwa adalah penanda dari garis pemisah antara belahan bumi utara dan belahan bumi selatan.
Lantas, apa makna dari 0 km sebenarnya? Dikutip dari bloggerborneo, titik 0 km merupakan patokan untuk mengukur jarak dari ibu kota negara atau provinsi ke daerah atau kota lain. Bahkan, di beberapa negara,titik 0 km dijadikan sebuah simbol khas dari kota tersebut.
Di Kota Pontianak, titik 0 Km terletak di Pasar Siantan, tak jauh dari Dermaga Penyeberangan Siantan yang terletak di Kelurahan Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak. Jika menyeberang dari Taman Alun Kapuas, maka letak patok ini persis berada di sebelah kanan dermaga Siantan.
Dari bentuknya cukup sederhana, yaitu sebuah monumen angka 0 (nol) dan bertuliskan Patok Pontianak Nol Kilometer di bawahnya. Tepat disebelahnya ada sebuah patok kecil bertuliskan PTK 0 dan MPW 67 yang menandakan Kota Mempawah berada 67 km dari patok tersebut.
Patok ini juga merupakan penanda awal pembuatan jalan Pontianak – Sambas pada akhir abad ke-19. Artinya, jalan dan patok ini mempunyai nilai sejarah yang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena inilah jalan pertama yang dibuat pemerintah Kolonial Belanda di Kalimantan Barat.
Jika datang ke Kota Pontianak, selain datang ke Tugu KHatulistiwa, tidak ada salahnya juga untuk singgah sebentar untuk mengabadikan momen berada di titik 0 Kota Pontianak. Masih penasaran, bisa juga cek video Keliling Kampong Keliling Kote dibawah ini.
Sungai Kapuas telah menjadi urat nadi kehidupan masyarakat di Kalimantan Barat. Begitu juga dengan transportasi air yang hilir mudik melintasi sungai terpanjang di Indonesia ini membuat Kalimantan Barat kaya akan sejarah maritimnya.
Sungai ini pula yang menjadi saksi bisu dari eksistensi kejayaan pelabuhan rakyat pertama di Kota Pontianak, yaitu Pelabuhan Seng Hie.
Dikutip dari berbagai sumber, sejarah dari nama Pelabuhan Seng Hie tak terlepas dari seorang pengusaha sukses yang menguasai pelabuhan tersebut pada zaman Hindia Belanda bernama Theng Seng Hie.
Pada awalnya, Pelabuhan Seng Hie difungsikan sebagai tempat bongkar muat hasil bumi Kalimantan Barat yang begitu melimpah seperti kayu, lada, intan, emas dan lain-lain.
Tetapi, ibarat roda yang terus berubah, perekonomian di Pelabuhan Seng Hie mengalami kemerosotan di tahun 1930. Hal itu menjadi peluang bagi pemerintah kolonial Belanda untuk mengambil alih pengelolaan pelabuhan tersebut. Bagaimana tidak? Jalurnya sangat strategis di perlintasan Selat Malaka, Selat Karimata dan Laut Cina Selatan. Alhasil, di masa itu, Pelabuhan Seng Hie kembali hidup.
Tidak lama kemudian, saat masa penjajahan Jepang, pelabuhan tersebut dialihfungsikan sebagai tempat untuk mengirim dan menerima alat senjata untuk keperluan perang. Baru setelah Indonesia merdeka, Pelabuhan Seng Hie diambil dan dimiliki oleh pemerintah daerah dimana pengelolaan dan kewenangannya diatur oleh Pemerintah Kota Pontianak melalui Dinas Perhubungan.
Meskipun masih segelintir masyarakat yang tahu bahwa Pelabuhan Seng Hie juga ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di Kota Pontianak, sejarah yang dimiliki oleh pelabuhan ini begitu menarik untuk diketahui. Karena ternyata, dari sinilah awal kejayaan ekonomi kemaritiman di Kalimantan Barat, khususnya Kota Pontianak.
Sekarang, Pelabuhan Seng Hie banyak mengalami perubahan dan rehabilitasi. Aktivitas di pelabuhan ini tak pernah sepi sekaligus terus menggerakkan roda perekonomian maupun gerbang pada jalur transportasi air antar daerah.
Jadi, tidak heran jika Pelabuhan Seng Hie menjadi salah satu urat nadi distribusi barang, jasa dan angkutan orang di lintasan Sungai Kapuas.
Salam.....semoga saudara selalu dalam keadaan sehat dan gembira. Pada postingan kali ini, kita akan pergi berwisata ke Desa Rasau Jaya III, lebih tepatnya ke Wisata 'Alam Ndeso'. Untuk lokasi, kita bisa mengandalkan Google Maps agar tidak tersesat.
Konsep dari tempat wisata ini lebih membawa kita seperti berada di alam desa. Ada saung ala pedesaan yang sangat cocok untuk bersantai bahkan memancing. Perlu diketahui, kita bisa memancing ikan yang ukuranya cukup besar. Tapi untuk alat pancing, kita bawa sendiri. Hasil pancingan kita dihargai Rp35,000/ekor
Untuk kuliner juga bisa dikatakan oke. Ada Ikan Nila Goreng, Ikan Nila Asam Pedas dan menu lainnya.
Beberapa hal unik lainnya yang dapat kita jumpai di Wisata Alam Ndeso ini adalah terdapat sebuah pendopo yang cukup luas dengan atap model Rumah Joglo. Ada juga beberapa rumah segitiga yang katanya bisa masuk ke dalamnya, Dari situ, kita disuguhkan pemandangan sungai besar di dekatnya. (kemungkinan Sungai Kapuas).
Secara keseluruhan, Wisata Alam Ndeso cukup menarik untuk dikunjungi terutama saat akhir pekan bersama keluarga dan orang-orang tercinta. Perlu diketahui juga, harga tiket masuknya Rp5,000 saja per orang.
Kalau mau tau informasi lebih lanjut, bisa tanya-tanya ke kontak disini.
Agar tidak penasaran atau yang ketinggalan ikut Bang Iki kesana, jangan khawatir, kamu bisa menonton videonya dibawah ini.
Oke....itu saja dulu tulisan Bang Iki kali ini. Berikutnya kita akan Keliling Kampong Keliling Kote lagi. Kemana? Hmm....rahasia
Pergi sendiri, foto pun sendiri (pakai tripod dan timer)
Halo semuanya….apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat. Bagi yang lagi sakit, semoga cepat sembuh…aaamiinnn….
Nah kali ini….Bang Iki akan ajak semuanya jalan-jalan ke Riam Solakng yang terletak di Desa Senakin, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak.
Objek wisata ini dapat ditempuh dari Kota Pontianak kurang lebih 3 jam. Lumayan dekat dan tidak terlalu menguras tenaga dan bensin terlalu banyak. Hehehe.
Sepanjang perjalanan menuju Riam Solakng, kita akan disuguhkan pemandangan yang begitu mempesona. Ditambah lagi akses jalan yang sudah bagus membuat perjalanan ke lokasi bisa lebih santai.
Nantinya, di sebelah kanan, ada sebuah gereja, dimana lokaasi riam terletak di belakang gereja. Tak perlu berlama-lama. Kita sudah bisa mendengar bunyi riam yang serasa meneduhkan hati dan pikiran ditengah mumetnya pikiran dan lelahnya jiwa.
Di Riam Solakng, kita bisa melihat banyak sekali bebatuan khas riam. Aliran air yang melewati sela-sela batu menambah daya tarik dan pesona tempat ini. Ditambah lagi rimbunnya pepohonan dan bunyi gemericik air membuat kita tak tahan iman untuk mandi.…..hehehehe.
Bagi kalian yang ingin menikmati weekend singkat, tak ada salahnya untuk berkunjung ke riam ini. Namun sayangnya…pas Bang Iki kesana, keadaan sekitar lagi kosong melompong. Ditambah lagi Bang Iki hanya sendirian disana. Jadi Bang Iki kurang tau nih apakah dikenakan biaya masuk atau tidak. Begitu juga dengan fasilitas yang tersedia.
Walaupun begitu…..boleh lah Riam Solakng nih masuk ke dalam weekend list kalian.
So far....itulah sedikit keliing-keliling Bang Iki di Riam Solakng. Agar lebih jelas dan detail, pemirsa juga dapat melihat video dokumentasi perjalanan Bang Iki ke Riam Solakng dibawah ini
Halo semuanya. Sudah cukup lama Bang Iki tidak corat-coret disini. Apa kabar semuanya? Semoga selalu dalam keadaan sehat wal'afiat. Buat yang kurang sehat semoga cepat sembuh. Aamiin.
Di tulisan kali ini, Bang Iki akan mereview salah satu tempat wisata yang lagi naik daun belakangan ini. Yes....Danau Belibis. Lokasinya berada di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau dengan jarak tempuh lebih kurang 1,5 jam dari Kota Pontianak yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Barat. Cukup dekat kan? Jika pemirsa rutin bolak-balik arah Tayan, mungkin sudah tidak asing lagi dengan papan penunjuk besar di tepi Jalan Trans Kalimantan.
Untuk dapat masuk ke kawasan wisata Danau Belibis, pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp10.000/orang. Karena Bang Iki pakai motor, jadi tambah Rp2.000. Kalau mobil gimana? Bang Iki lupa tanya. Hahahahaha.
Dari pintu gerbang, kita masuk ke dalam kurang lebih 300 meter saja. Sepanjang jalan masuk, kita dapat melihat dengan mudah hutan gaharu yang ditata rapi mengitari sisi kiri dan kanan jalan.
Sampai di Danau Belibis pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan yang mempesona. Semua itu tak lepas dari inisiatif sang pemilik, Pak Muin. Bang Iki beruntung dapat berjumpa dan berbincang-bincang dengan beliau.
Pak Muin cerita, Danau Belibis dulunya merupakan areal persawahan keluarga dan juga areal PETI (Pertambangan Emas Tanpa Ijin) yang digarap oleh masyarakat setempat. Namun, setelah aktivitas PETI itu selesai, areal ini berubah menjadi sebuah danau. Karena kebetulan areal tersebut merupakan tanah warisan dari orang tua, maka beliau mulai merintis pada tahun 2010 dengan menambah luas areal tersebut. Kala itu, beliau yakin bahwa tempat tersebut akan menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi banyak orang. Karena tempatnya sangat strategis, mudah dijangkau, dan pemandangan danaunya cukup menarik untuk menghabiskan waktu liburan para pengunjung. Pak Muin juga bilang, air di danau ini bisa dikatakan stabil. Tidak meluap dan tidak akan kering karena ada mata air di areal bekas persawahan keluarga.
Kata-kata dan insting Pak Muin memang terbukti benar. Karena saat Bang Iki berkunjung dan berbincang-bicang dengan beliau, hampir ribuan pengunjung datang pada saat akhir pekan untuk menikmati Danau Belibis. Begitu banyak kendaraan roda dua dan roda empat di kawasan Danau Belibis. Belum lagi beliau bercerita pada saat membuka jalan dari gerbang ke dalam itu sampai mencangkul lho. Wow.
Penamaan Danau Belibis pun tidak asal-asalan. Karena memang dulu, begitu banyak burung belibis di kawasan itu. Jumlahnya bahkan mencapai ribuan ekor. Sekarang? sudah jarang kita temukan karena sudah bermigrasi seiring makin padatnya manusia dan juga perburuan oleh masyarakat setempat di masa lalu.
Apa yang bisa kita lakukan di Danau Belibis? Disamping menawarkan wisata alam, ada juga kuliner yang dapat dinikmati seperti ikan bakar. Ada juga berbagai wahana permainan sederhana yang bisa dimainkan seperti sepeda air dan kano dengan tarif Rp20.000 (sepuasnya kalau sepi). Di Danau Belibis juga disediakan pelampung. Fasilitas pendukung disini seperti tempat ibadah dan kantin cukup terawat dan dalam kondisi baik. Kamar mandi untuk bilas dan ganti baju cukup bersih dan banyak.
So far....itulah sedikit keliing-keliling Bang Iki di Danau Belibis. Semoga pemirsa dapat terinspirasi dengan coretan Bang Iki yang mulai kaku ini sekaligus tertarik mengunjungi Danau Belibis ya. Adios
Oh iya....pemirsa juga dapat melihat video dokumentasi Bang Iki selama di Danau Belibis. Tinggal klik link dibawah ini ya.
Kokoh, unik, bersejarah. Tiga kata yang mungkin bisa mewakili keberadaan bangunan ini. Bagaimana tidak, bangunan ini tampak kuno dan sangat berbeda dengan bangunan kebanyakan lainnya. Seluruh struktur bangunannya menggunakan kayu belian.
SD Negeri 14 Pontianak dibangun pada tahun 1902 oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk pendidikan volkschool atau sekolah rakyat. Bangunan dengan berbahan dasar kayu belian ini merupakan salah satu sekolah pertama yang ada di Pontianak sebgai Hollandsch Indlandsche School (HIS), atau setingkat dengan Sekolah Dasar (SD). Awalnya, sekolah ini didirkan oleh Pemerintah Hindia Belanda hanya untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka. Baru pada tahun 1928, Pemerintah Hindia Belanda memberikan pendidikan kepada orang pribumi. Namun, hanya anak-anak petinggi dan pejabat saja yang diperbolehkan. Sedangkan anak-anak Indonesia yang berasal dari orang kebanyakan tidak diperbolehkan. Barulah setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1950, masyarakat diperbolehkan dan mempunyai kesempatan merasakan mengenyam pendidikan di sekolah ini.
Sekarang, bangunan ini tidak lagi difungsikan dikarenakan SD Negeri 14 sudah punya gedung baru tepat di belakang bangunan yang lama. Tapi, sebagai salah satu dari empat belas cagar budaya di Kota Pontianak, keberadaan dan keaslian bangunan ini tetap dipertahankan untuk memperlihatkan bukti-bukti sejarah agar masyarakat dapat mengetahui tentang sejarah-sejarah di Kota Pontianak.
SD Negeri 14 Pontianak (Foto diambil dari bangunan SD Negeri 14 Pontianak yang baru)