Bengkayang

Bengkayang


Bengkayang adalah sebuah kota kecil yang kini menjadi ibukota kabupaten bengkayang. Nama kota Bengkayang berasal dari sebutan Begayang ini adalah sebuah istilah bahasa dari bahasa kekeluargaan Dayak Bidayuhik (orang Banyadu dan orang Bakati’) penduduk asli kota Bengkayang. Kata begayang ini berarti berjalan-jalan modar-mandir kesana-kemari, yang dalam bahasa Indonesianya adalah kuranglebih bermakna BERGENTAYANGAN. Dahulu Orang Dayak, terutama para pemuda sering keluar keluar rumah pada saat sore hari (jalan sore-sore) setelah seharian membantu orangtua bekerja diladang. Mereka keluar umumnya dengan cara berjalan kaki, kemudian suatu saat di tengah perjalanan bertemu dengan tentara Belanda. Tentara Belanda tersebut bertanya kepada orang kampung yang berjalan, “kalian orang mau kemana?” Lalu dijawab “begayang (berjalan) tuan”, Lidah orang Belanda kurang pasih mengucapkan kata Begayang, lalu diucapkannya, “o… Bengkayang”. Sampai akhirnya sebutan Bengkayang melekat dan akrab ditelinga masyarakat pada waktu itu hingga sekarang. 
Dalam bahasa Cina Khek, Bengkayang lebih dikenal dengan sebutan Tainam atau Lala. Lala asal kata Rara, karena dialek masyarakat Tionghoa tidak bisa menyebut huruf r, lalu disebut Lala. Rara sebutan dari masyarakat Dayak Bekati adalah sebuah kampung ujung Sebalo di bawah pegunungan (Tiga Desa) lebih kurang 12 km dari kota Bengkayang. Awal mula terbentuknya kota Bengkayang berasal dari pasar Sebalo lalu pindah ke Selenci kemudian setelah Belanda (VOC) datang pindah ke Bengkayang. Pusat perdagangan sebelum Bengkayang ketika itu ada di Ledo.
Mayoritas Orang China datang ke Bengkayang bersamaan dengan kedatangan VOC melalui Sambas lewat Ledo dan Sebalo melalui sungai ke Selence dan akhirnya menetap di Bengkayang. Dibengkayang orang tionghoa kemudian melakukan perdagangan dengan orang Dayak. Tidak lama kemudian orang melayu datang ke Bengkayang menyusul orang Tionghoa.

Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kampung Bengkayang mulai dihuni. Yang pasti, Bengkayang saat ini adalah wilayah yang terletak ditenggara gunung bawang, yang mana sekitar tahun 4000 SM (enam ribuan tahun yang lalu) daerah kaki gunung bawang merupakan pusat peradaban Dayak Kalimantan barat tertua, pada saat itu, disana telah eksis Kerajaan Bawang, dimasa kejayaan kerajaan ini seluruh orang Dayak Kalbar masih mempunyai satu bahasa (Belum terbentuk sub-subsuku). Ibukota kerajaan Bawang dahulu bernama “Bawang Basuwa”. Karena sesuatu hal, bahasa penduduk Bawang Basuwa mengalami perubahan, peristiwa ini lebih dikenal dengan istilah “jaman Kanayatn” asal kata “ kana Jalayatn (kena Buah Jelayan = sejenis buah rotan)” inilah awal terjadinya kelahiran dialek-dialek bahasa sekaligus subsuku-subsuku Dayak Kalimantan Barat. Setelah bahasa Dayak Kalbar mengalami perbedaan, maka mulailah mereka tidak saling akur dan masing-masing berpencar menyebar ke seluruh pelosok Kalimantan Barat dan Sarawak timur bahkan sampai ke Brunei, hingga akhirnya hanya menyisakan subsuku Dayak Rara / Lala (orang Bakati) di sekitar Gunung Bawang. Suatu waktu orang Bakati juga meninggalkan bawang basuwa dan ada yang membangun kampung ke tanah Bengkayang sekarang.

Itulah sejarah singkat tentang Kota Bengkayang. Berikut ini adalah foto-foto saat Saya di Bengkayang

Kantor Bupati Bengkayang. Salah satu Kantor Bupati termegah di Indonesia


Saya di Taman Kota Bengkayang (Taman Kota Bumi Sebalo)








Malam di Kota Bengkayang

Gereja Katolik Kota Bengkayang

Masjid Agung Kota Bengkayang

Jembatan Sungai Sebalo


0 comments :

Post a Comment

Gunakan kotak komentar untuk bertanya, menambahkan, memberi saran serta berdiskusi. Namun demikian, saye meminta kepada Anda agar jangan sampai menyinggung sesuatu yang berbau SARA. (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).